Wednesday, September 28, 2016

Penurunan Permukaan Tanah (Essay Online)

Permisi semua~ Sac kembali dengan suatu kegarangan--- eits. maaf. Kali ini sac harus lebih formal dari biasanya.
Yosh.
Setelah ...bertahun-tahun menghilang dari berbagai blog, akhirnya sac kembali dengan membawa berita basi. Ya. Sac diterima di Universitas Indonesia, lebih tepatnya di Kimia FMIPA UI 2016!
Without further a due, let me continue on and spread my own awareness to this empty half dead blog.
Let's start PSAF #gtu




Penurunan Permukaan Tanah
Penurunan permukaan tanah atau Land Subsidence menjadi topik yang mendebarkan di awal tahun 2016. Salah satunya adalah berita mengenai amblesnya jalan tol di Jakarta yang menggemparkan hampir setiap media masa yang ada dan semuanya merujuk pada Penurunan Permukaan Tanah. Kejadian ini memberi tanggapan yang beragam dari masyarakat, ada yang menganggap enteng dan beberapa terlihat begitu frantic. Sikap apa,ya, sebaiknya yang diambil oleh seorang mahasiswa yang terpelajar? Tentunya sebagai seseorang yang terpelajar, kita tidak bisa dengan mudah mengikuti crowd begitu saja. Dan sebagai mahasiswa, kita harus bisa mengkritisasi kejadian ini. Maka dari itu, saya, sebagai seorang mahasiswa, menuliskan essai ini sebagai penuturan
Penurunan permukaan tanah adalah suatu fenomena yang umum terjadi di perkotaan padat penduduk yang ditandai dengan menurunnya permukaan tanah yang disebabkan oleh penarikan air tanah secara terus menerus dari batuan sedimen. Penarikan air tanah tersebut menyebabkan rongga diantara lapisan tanah yang perlahan runtuh akibat berta yang ditanggung permukaan tanah.  Dalam kasus yang cukup parah, penurunan permukaan tanah dapat menyebabkan sinkholes yang terlihat cukup mengerikan. Penyebab lain dari penurunan permukaan tanah juga dapat disebabkan oleh kelalaian penambang yang tidak memperhitungkan berat yang ditampung oleh tanah yang digorongi untuk menambang. Kasus nyata dari amblesnya suatu bangunan dikarenakan pertambangan umum terjadi di negara-negara maju, seperi Amerika Serikat, yang pada akhirnya para warganya terpaksa untuk dievakuasi hingga waktu yang cukup lama yang tentunya menyebabkan kerugian finansial untuk kota tersebut. Di Amerika Serikat, daerah sebesar 17000 miles di 45 negara bagian mengalami penurunan permukaan tanah dikarenakan eksploitasi berlebihan, penggunaan lahan yang berlebihan dan bahkan sumber daya air yang terus menerus disalah gunakan. Ketiga hal ini terus menerus menggerus lapisan tanah yang akhirnya melemahkan struktur tanah di bawah permukaan yang menyebabkan penurunan permukaan tanah. Contoh lain yang nyata dapat dilihat dari bangunan-bangunan di Mexico yang terlihat tidak sejajar pada gambar di samping.  
Selain disebabkan oleh faktor kecerobohan dan keserakahan manusia, penurunan permukaan tanah juga sebenarnya cukup umum terjadi secara alami, khususnya di daerah dekat kutub, seperti Alaska, yang memiliki tebingan permafrost. Penurunan permukaan tanah secara alami terjadi di daerah kutub. Di daerah kutub, penurunan permukaan tanah secara alami disebabkan karena mencairnya permafrost akibat pemanasan global atau yang lebih sering umum dikenal dengan sebutan ‘global warming’. Tanah di daerah kutub memiliki komposisi yang cukup unik dimana air beku yang apabila cair akan meningkatkan tinggi permukaan air laut global sebesar 3-5 cm. Air yang beku ini menjadi kunci yang menjaga agar tanah menjadi solid selama ratusan bahkan hingga ribuan tahun. Pada tahun 1880, sesuai yang dikutip dari NASA, suhu bumi telah naik sebesar 1.7oF. Perubahan ini perlahan-lahan mencairkan locking system yang dibentuk oleh air yang beku selama ratusan tahun bersama partikulat tanah menjadi cair yang akhirnya melepas partikulat tersebut karena bergesernya titik berat batuan atau dalam kata lain tidak ada gaya yang dapat melawan tarikan gravitasi terhadap objek tersebut. Kejadian longsor yang disebabkan oleh penurunan secara tiba-tiba di daerah permafrost ini umum terjadi di Eropa dan daerah dekat kutub lainnya, seperti Alaska.
Dari uraian di atas, kita tahu bahwa penurunan permukaan tanah dilfaktori oleh beberapa faktor yang kita, sebagai seorang ilmuwan (scientist), dapat atasi. Permasalahan utama seperti di Ibu Kota mengenai penggunaan air tanah yang berlebih yang merupakan salah satu permasalahan yang menyebabkan penurunan permukaan tanah.
Air tanah sebenarnya hanya mengandung sebanyak 0.62% air di Bumi. Namun, untuk daerah padat penduduk seperti di perkotaan yang jauh dari laut maupun air di permukaan tanah, air tanah, dapat dikatakan sebagai satu-satunya sumber air. Dengan jumlah penduduk yang terus berkembang secara eksponensial di perkotaan, air tanah yang ditarik ke permukaan untuk keperluan sehari-hari pun semakin banyak. Padahal, air tanah merupakan salah satu komponen penting yang menjaga struktur tanah; menjaga tanah agar tidak ‘kopong’, dalam kata lain sebagai penjaga struktur di bawah tanah.
Maka dari itu, untuk mengatasi penurunan permukaan tanah yang disebabkan oleh ground water pumping, diperlukan untuk dibentuknya sistem yang dapat mengurangi penggunaan air tanah. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan sumber air lain dan juga mulai untuk memanfaatkan atau dalam kata lain me-reuse air limbah yang masih dapat digunakan. Sebagai scientist, kita seharusnya dapat mengembangkan alternatif lain dari menggunakan air tanah. Seperti di Australia, telah diimplementasikan air minum yang dibuat dari hasil desalinitas air laut. Di Indonesia, mungkin kita dapat memanfaatkan air hujan, seperti memasang penampung air hujan di atas atap rumah perkotaan dan kemudian memasukkannya ke suatu sistem yang menetralisir asam dari air?
Sementara untuk permasalahan penurunan permukaan tanah oleh permafrost, dapat kita atasi dengan mengurangi jumlah karbon dioksida atau zat-zat polusi lainnya yang dapat merusak equilibrium atmosfer yang menyebabkan ketidak efektifan Bumi dalam menangkal sinar UV yang, jika dalam jumlah banyak, dapat memberikan efek yang destruktif pada bumi. Kita dapat memulai dengan membiasakan diri untuk mencoba hidup dengan cara yang ramah lingkungan, yaitu Cara Hidup Hijau. Cara hidup yang hijau adalah cara hidup yang berpatokan untuk mengurangi carbonal waste yang dapat membahayakan kehidupan dalam jumlah banyak. Dan sebagai seorang scientist, kita dapat meneliti lebih banyak lagi potensial bumi yang dapat digunakan sebagai alternatif dari bahan-bahan yang berbahaya untuk alam dengan bahan yang ramah lingkungan.
Demikianlah essay yang dapat saya tuliskan, semoga bermanfaat. Apabila ada kesalahan, mohon maafkan saya karena kebenaran yang sejati hanyalah datang dari Allah SWT. Terimakasih,
Azalea Dyah Maysarah Satya, PSAF - PIKO
CHEMIST –UI- 2016
Referensi :

No comments:

Post a Comment